
Firli Bahuri Didesak Turun Pangkat, Pakar Hukum: Sangat Memungkinkan Dijatuhi Sanksi!
INDOPERSNEWS.COM Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai dipertanyakan menyusul kontroversi tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai KPK untuk beralih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). Desakan pun terus bermunculan agar Firli turun pangkat menjadi Wakil Ketua KPK.
Awalnya dari Boyamin Saiman selaku koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menilai Firli seharusnya mundur dari jabatannya saat ini. Sebab, Firli selama ini, menurut Boyamin, lekat dengan kontroversi.
“Kalau dalam konteks kontroversial terus begini ya kalau saya menyarankan sebaiknya Pak Firli mundur ajalah dari Ketua KPK, setidaknya mundur dari Ketua KPK menjadi wakil ketua KPK aja, biar dipimpin oleh Pak Nawawi, atau Pak Ghufron, ya paling ndak Pak Alex Marwata lah,” ucap Boyamin.
Suara Boyamin itu turut didengungkan Direktur YLBHI Asfinawati yang juga tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan lembaga-lembaga lainnya. Asfinawati menuding Firli menggunakan jabatannya untuk kepentingan sendiri.
“Koalisi Masyarakat Sipil sejak saat pencalonan pimpinan sudah mengatakan Firli salah satu calon yang bermasalah,” ucap Asfinawati dalam keterangannya yang diterima redaksi, Selasa (18/05/2021).
“Kalau menurut saya, Firli jelas sudah melanggar etik dan hukum dalam persoalan 75 pegawai. Tendensinya dia menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi dan kelompok,” imbuhnya.
Setali tiga uang, pakar hukum tata negara yang juga salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti menilai desakan dari Boyamin itu wajar. Dia bahkan turut mendesak Dewan Pengawas (Dewas) KPK menentukan sikap.
“Kita mesti ingat, dijadikannya Firli sebagai pimpinan KPK kontroversial, mengingat rekam jejaknya yang sangat, sangat buruk, namun karena dijadikan bagian dari pelemahan KPK, dialah yang dipilih oleh DPR menjadi Ketua. Sekarang rupanya makin terlihat efektivitas pilihan itu, ia membuat keputusan-keputusan soal 75 orang itu yang membuat KPK semakin lemah,” ucap Bivitri secara terpisah.
“Menurut UU KPK, yang menentukan Pimpinan dan Pemilihan Ketua itu DPR, tetapi kalau ada pelanggaran etik yang berat, menurut Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, bisa ada sanksi untuk meminta pengunduran diri,” imbuh Bivitri.
Menurutnya sangat memungkinkan Firli Bahuri dijatuhi sanksi seperti itu. Dalam konteks kontroversi TWK pegawai KPK, Bivitri mengajak publik terutama pegiat antikorupsi menyuarakan hal ini.
“Semua mata pegiat antikorupsi saat ini harus menyoroti Firli Bahuri dan bagaimana ia membuat keputusan-keputusan yang membuat pemberantasan korupsi terhambat. Letakkan penonaktifan 75 orang ini dalam konteks latar belakang mereka yang justru selama ini sangat berperan dalam membongkar kasus-kasus besar dan juga dalam melaporkan Firli Bahuri sendiri yang sejak sebelum ia menjadi pimpinan pun telah melanggar etik,” ucap Bivitri.
Ketika desakan dimintai tanggapan ke Firli Bahuri, yang bersangkutan belum memberikan respons. Namun setidaknya dalam konferensi pers di KPK pada Rabu (5/5) Firli Bahuri menegaskan tes itu disusun dengan kerja sama dengan pihak lain. Firli turut menyebutkan, bila para pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat menjadi ASN, itu tidak akan dipecat, tetapi keputusan lanjutan akan diserahkan ke KemenPAN-RB.
Dari 1.351 pegawai KPK itu dirinci sebagai berikut:Pegawai yang memenuhi syarat: 1.274 orangPegawai yang tidak memenuhi syarat: 75 orangPegawai yang tidak mengikuti tes: 2 orang.
Sebelumnya Presiden Jokowi menegaskan alih status pegawai KPK sebagai ASN diniatkan agar semangat pemberantasan korupsi lebih baik. Perihal kontroversi tes wawasan kebangsaan atau TWK, Jokowi meminta hal itu tidak untuk pemberhentian para pegawai KPK.